Pendiri ChatGPT Ungkapkan Skenario Terburuk Teknologi AI
- Arundati Swastika Waranggani
- •
- 01 Feb 2023 09.27 WIB
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kini sudah menjadi bagian dari kebutuhan sehari-hari, namun juga menuai kontroversi dalam beberapa waktu terakhir.
Salah satu teknologi berbasis AI yang tengah populer saat ini adalah ChatGPT, sebuah chatbot dengan AI yang dikembangkan OpenAI dengan kemampuan yang sangat canggih sehingga mampu digunakan untuk berbagai hal, mulai dari menulis esai hingga tesis, artikel berita, dan analisis sentimen.
Pada dasarnya, pengguna ChatGPT dapat menanyakan apapun yang diinginkan dan akan dijawab dalam bentuk teks sesuai keinginan pengguna dengan jumlah kata dan analisis yang mendalam. Teks yang dihasilkan pun terlihat cukup natural, selayaknya ditulis oleh seorang manusia. ChatGPT juga dapat digunakan dengan mudah, pengguna cukup membuat akun dan memasukkan perintah yang diinginkan.
ChatGPT sendiri diluncurkan secara resmi oleh OpenAI pada 30 November 2022, yang didirikan oleh Sam Altman dan pendiri Tesla, Elon Musk. OpenAI pun mulai dirintis sejak tahun 2015 lalu. ChatGPT pun dirancang untuk dapat mempermudah pekerjaan manusia, dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang bisa menyaingi Google.
Sam Altman sebagai salah satu pendiri ChatGPT dalam sebuah wawancara dengan StrictlyVC baru-baru ini mengungkapkan manfaat dan risiko dari teknologi AI. Skenario terbaiknya, AI bisa sangat bermanfaat untuk sehari-hari, namun pada skenario terburuknya adalah ketergantungan dan ‘akhir dari kita semua’.
“Saya dapat membayangkan bagaimana rasanya ketika kita memiliki, seperti informasi yang melimpah luar biasa dan sistem yang dapat membantu kita menyelesaikan kebuntuan serta meningkatkan semua aspek kehidupan, sehingga mempermudah dan membuat kehidupan kita lebih baik,” tutur Sam dalam wawancara tersebut, melansir dari BeritaSatu.com, Rabu (1/2/2023).
Sam pun menambahkan bahwa manfaat dari kecerdasan buatan sangat luar biasa bagus dan di luar imajinasi, sehingga pengguna pun bisa terdengar seperti orang gila jika mulai membicarakan manfaat dari AI.
Namun di sisi lain, Sam pun mengakui risiko besar dari penyalahgunaan teknologi AI oleh manusia. Para pakar mengatakan bahwa ChatGPT bisa digunakan untuk hal-hal negatif, seperti menyebarkan misinformasi, plagiarisme, hingga membuat e-mail untuk phishing.
Pada sebuah uji coba yang dilakukan di University of Minnesota dan Wharton School of Business di University of Pennsylvania, ChatGPT berhasil lulus ujian meskipun dengan nilai pas-pasan. Sementara di University of New South Wales Australia seorang mahasiswa tidak lulus ujian dikarenakan ketahuan menggunakan ChatGPT.
“Skenario terburuk; dan saya pikir penting untuk mengatakan ini, adalah ‘mati lampu’ untuk kita semua. Saya lebih khawatir tentang kasus penyalahgunaan yang tidak disengaja dalam jangka pendek,” jelas Sam Altman.
Ia juga membandingkan penggunaan AI dengan penemuan kalkulator, di mana ChatGPT disebut sebagai versi yang lebih ekstrim dibandingkan dengan kalkulator dalam hal adaptasi, dengan manfaat yang lebih besar.
Sam pun menyampaikan bahwa OpenAI akan bereksperimen dengan teknologi watermarking dan teknik lainnya untuk melabeli konten yang dihasilkan oleh ChatGPT. Namun ia juga memperingatkan sekolah dan pembuat kebijakan nasional agar tidak bergantung pada teknologi ini.