Krisis Tenaga Ahli Siber dan Dampaknya pada Keamanan Dunia
- Abd. Rofik Budin
- •
- 24 Agt 2024 06.35 WIB
Dalam era digital yang terus berkembang dengan cepat, ancaman siber semakin canggih dan menjadi tantangan besar bagi individu, bisnis, dan infrastruktur penting. Permintaan akan profesional keamanan siber meningkat tajam, namun, kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga ahli di bidang ini menjadi semakin lebar. Tantangan ini menimbulkan ancaman serius bagi keamanan global.
Sebuah laporan terbaru dari World Economic Forum (WEF) memproyeksikan bahwa pada tahun 2030, dunia akan menghadapi kekurangan hingga 85 juta profesional keamanan siber. Kondisi ini sangat mencolok di negara-negara besar seperti Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Brasil. Di India, yang memiliki populasi muda terbesar di dunia dan menyumbang sekitar 32% dari lulusan science, technology, engineering and mathematics (STEM) global, kekurangan talenta di bidang keamanan siber tetap menjadi masalah serius. Pada Mei 2023, negara ini diperkirakan memiliki 40.000 lowongan pekerjaan di sektor keamanan siber, namun 30% dari posisi ini tidak terisi karena kekurangan tenaga ahli.
Amerika Serikat juga menghadapi tantangan serupa. Pada Januari 2024, diperkirakan akan ada 448.000 lowongan pekerjaan di sektor keamanan siber, baik di sektor swasta maupun publik. Laporan dari ISC2 menunjukkan bahwa kesenjangan antara permintaan dan pasokan profesional keamanan siber secara global meningkat sebesar 9% antara tahun 2022 dan 2023. Kondisi ini mempertegas kebutuhan mendesak akan solusi untuk menjembatani kesenjangan tersebut.
Kesenjangan keterampilan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, masih kurangnya kesadaran tentang karier di bidang keamanan siber, sehingga tidak banyak individu yang tertarik untuk mengejar karier di bidang ini. Selain itu, program pelatihan yang ada seringkali tidak mampu mengikuti perkembangan cepat dalam dunia ancaman siber. Keamanan siber memerlukan pemahaman mendalam tentang berbagai aspek teknis seperti jaringan komputer, sistem operasi, bahasa pemrograman, dan teknik enkripsi. Namun, ancaman yang terus berubah dan berkembang membuat lembaga pendidikan kesulitan untuk merancang kurikulum yang relevan dan up-to-date.
Salah satu faktor lain yang memperparah situasi adalah kurangnya keberagaman dalam tenaga kerja keamanan siber. Industri ini masih didominasi oleh laki-laki, yang secara tidak langsung membatasi potensi talenta yang bisa direkrut. Memperluas peluang karier bagi perempuan dan kelompok yang kurang terwakili sangat penting untuk meningkatkan jumlah profesional keamanan siber yang tersedia.
Mengatasi kesenjangan keterampilan keamanan siber memerlukan pendekatan yang holistik. Pendidikan harus beradaptasi dengan menawarkan program-program yang komprehensif, yang tidak hanya fokus pada keterampilan teknis tetapi juga pada keterampilan non-teknis seperti manajemen risiko dan komunikasi. Kolaborasi antara dunia industri dan lembaga pendidikan juga penting untuk memberikan pengalaman dunia nyata kepada para pelajar. Selain itu, kampanye kesadaran harus digalakkan untuk menarik lebih banyak bakat baru ke dalam bidang ini.
Pembelajaran berkelanjutan juga harus menjadi prioritas. Ancaman siber terus berkembang, dan para profesional keamanan siber harus selalu berada di garis depan perkembangan ini. Organisasi perlu memberdayakan karyawan mereka untuk meningkatkan keterampilan melalui pelatihan dan sertifikasi yang relevan. Dengan demikian, para profesional dapat terus memperbarui pengetahuan mereka dan siap menghadapi tantangan yang ada.
Kesimpulannya, kesenjangan keterampilan keamanan siber yang semakin besar pada tahun 2024 merupakan tantangan serius yang harus dihadapi oleh individu, bisnis, dan masyarakat secara keseluruhan. Namun, dengan berinvestasi dalam pendidikan, mendorong keberagaman, dan menumbuhkan budaya pembelajaran berkelanjutan, kita dapat mengurangi kesenjangan ini dan membangun masa depan digital yang lebih aman. Keterlibatan semua pihak dalam mengatasi masalah ini akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa dunia digital kita tetap terlindungi dari ancaman yang terus berkembang.