Dampak Buruk AI: Peringatan Serius dari Google, Meta dan Nvidia
- Rita Puspita Sari
- •
- 10 Jul 2024 10.34 WIB
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah menjadi salah satu topik paling panas dalam industri teknologi dalam beberapa tahun terakhir. Banyak perusahaan besar seperti Google, Meta, Nvidia, dan Microsoft berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan AI untuk berbagai produk mereka. Namun, dibalik optimisme dan inovasi tersebut, muncul kekhawatiran yang serius tentang dampak negatif AI bagi bisnis dan masyarakat luas.
Meta, yang merupakan induk dari WhatsApp, Facebook, dan Instagram, telah menyampaikan kekhawatiran bahwa AI bisa disalahgunakan untuk menyebarkan disinformasi dan misinformasi, terutama selama periode pemilihan umum. Fenomena ini bisa memicu reaksi negatif dari publik dan berdampak buruk pada reputasi perusahaan. Selain itu, disinformasi yang dihasilkan oleh AI juga berpotensi mengganggu stabilitas politik dan sosial di berbagai negara.
Microsoft juga menyoroti potensi masalah yang ditimbulkan oleh AI, terutama terkait dengan hak cipta. Model pelatihan AI yang digunakan oleh Microsoft dapat menimbulkan permasalahan hukum jika hasil produknya melanggar hak cipta pihak lain. Kekhawatiran ini sangat relevan mengingat semakin kompleksnya teknologi AI dan penggunaan data dalam skala besar untuk melatih model-model tersebut.
Nvidia, yang dikenal sebagai produsen chip AI terbesar, juga memiliki kekhawatiran serupa. Tahun lalu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberlakukan pembatasan ekspor chip AI buatan Nvidia ke China. Langkah ini diambil sebagai strategi untuk mencegah China mendapatkan teknologi canggih yang bisa digunakan untuk memperkuat kekuatan militer mereka. Pembatasan ini juga berlaku untuk negara-negara lain yang dianggap sebagai oposisi Amerika Serikat, seperti Iran dan Rusia.
Alphabet, induk perusahaan Google, juga menyampaikan bahwa penggunaan alat berbasis AI bisa menimbulkan dampak negatif terhadap hak asasi manusia, privasi, pekerjaan, dan masalah sosial lainnya. Dampak-dampak ini berpotensi mengarah pada tuntutan hukum dan kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan. Kekhawatiran ini disampaikan dalam laporan keuangan tahunan yang dikirim ke Komisi Sekuritas dan Bursa AS, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini bagi perusahaan-perusahaan teknologi besar.
Selain Google, Meta, Microsoft, dan Nvidia, perusahaan lain seperti Oracle Corp, Palo Alto Networks Inc, Dell Technologies Inc, dan Uber Technologies Inc juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Peringatan tersebut tercantum dalam bagian "faktor risiko" di laporan tahunan mereka, yang menjelaskan berbagai risiko yang mungkin dihadapi perusahaan, termasuk perubahan iklim, perang di Ukraina dan Timur Tengah, serta dampak dari kolapsnya Silicon Valley Bank.
Peringatan ini seolah menyeimbangkan tren AI yang sering kali diglorifikasi oleh pelaku industri teknologi. Laporan "faktor risiko" dari perusahaan-perusahaan ini muncul sehari setelah pimpinan The Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa pihaknya akan menyelidiki kemungkinan dampak AI generatif terhadap produktivitas, inflasi, dan pasar tenaga kerja.
Jerome Powell menyatakan, "Masih terlalu dini untuk menyimpulkan apakah penerapan teknologi ini (AI) akan menghilangkan lapangan pekerjaan, menambah lapangan kerja yang ada, atau menciptakan lapangan kerja baru." Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun AI memiliki potensi besar untuk inovasi, ada banyak ketidakpastian mengenai dampak jangka panjangnya terhadap ekonomi dan pasar kerja.
Investasi besar-besaran dalam AI terus berlanjut. Google, misalnya, telah mengalokasikan dana sebesar 100 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.626 triliun) untuk pengembangan AI. Meta juga meningkatkan investasinya dari 35 miliar dollar AS (sekitar Rp 569,3 triliun) menjadi 40 miliar dollar AS (sekitar Rp 650,4 triliun). Investasi ini diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2025. Goldman Sachs memprediksi bahwa investasi global dalam AI akan mencapai 200 miliar dollar AS (sekitar Rp 3.251 triliun) tahun depan.
Meskipun investasi dalam AI menunjukkan kepercayaan terhadap potensi teknologi ini, perusahaan-perusahaan besar juga tidak mengabaikan risiko yang mungkin timbul. Mereka menyadari bahwa penerapan AI yang tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan berbagai masalah yang kompleks, mulai dari masalah hukum hingga dampak sosial yang luas.
Dengan demikian, meskipun AI terus menjadi primadona dalam industri teknologi, penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengelolanya. Hal ini termasuk mengembangkan regulasi yang lebih ketat, meningkatkan transparansi, dan memastikan bahwa penggunaan AI dilakukan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab.
Pada akhirnya, AI memiliki potensi besar untuk mengubah dunia, namun juga membawa tantangan yang harus dihadapi dengan bijaksana. Perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Google, Meta, Nvidia, dan Microsoft harus bekerja sama dengan regulator dan masyarakat untuk memastikan bahwa perkembangan AI membawa manfaat yang maksimal dengan risiko yang minimal.