Apa Itu Supply Chain Attack? Pengertian dan Cara Mengatasinya
- Rita Puspita Sari
- •
- 1 hari yang lalu
Ilustrasi Supply Chain Attack
Di era digital yang semakin saling terhubung, perusahaan tidak lagi berdiri sendiri. Hampir semua organisasi bergantung pada vendor, mitra teknologi, dan penyedia layanan pihak ketiga untuk menjalankan operasional bisnisnya. Mulai dari perangkat lunak akuntansi, sistem cloud, layanan email, hingga infrastruktur keamanan, semuanya saling terhubung dalam satu ekosistem digital yang kompleks. Di sinilah Supply Chain Attack menjadi ancaman serius yang sering kali luput dari perhatian.
Berbeda dengan serangan siber konvensional yang langsung menargetkan sistem internal perusahaan, Supply Chain Attack justru memanfaatkan celah dari pihak ketiga yang dipercaya. Karena datang dari “orang dalam” yang memiliki akses sah, serangan ini sering kali sulit terdeteksi dan berdampak luas.
Pengertian Supply Chain Attack
Supply Chain Attack adalah jenis serangan siber di mana penyerang menyusup ke sistem target dengan memanfaatkan akses dari vendor, mitra, atau penyedia layanan yang sudah memiliki izin ke jaringan, aplikasi, atau data sensitif perusahaan.
Alih-alih meretas sistem perusahaan secara langsung penyerang memilih jalan memutar dengan menembus pertahanan pihak ketiga yang keamanannya lebih lemah. Setelah berhasil masuk, penyerang dapat menyisipkan kode berbahaya, backdoor, atau celah keamanan ke dalam perangkat lunak, pembaruan sistem, atau layanan yang digunakan oleh target.
Inilah yang menjadikan Supply Chain Attack sebagai salah satu bentuk serangan keamanan siber paling berbahaya. Korban sering kali tidak menyadari bahwa ancaman datang dari produk atau layanan yang selama ini dianggap aman dan tepercaya.
Mengapa Supply Chain Attack Sangat Berbahaya?
Ada beberapa alasan utama mengapa supply chain attack begitu ditakuti oleh pakar keamanan siber:
- Bersumber dari pihak terpercaya
Sistem keamanan biasanya dirancang untuk memblokir ancaman dari luar. Namun, ketika serangan datang dari vendor resmi atau pembaruan sistem yang sah, sistem cenderung “membukakan pintu”. - Dampaknya bisa sangat luas
Satu vendor perangkat lunak bisa digunakan oleh ratusan hingga ribuan perusahaan. Jika vendor tersebut disusupi, semua penggunanya berpotensi menjadi korban. - Sulit dideteksi
Kode berbahaya sering disamarkan dengan sangat rapi, bahkan tertanam sejak tahap pengembangan atau pembaruan resmi. - Menargetkan aset kritis
Serangan ini sering kali mengincar data sensitif, sistem inti, atau infrastruktur penting milik perusahaan maupun pemerintah.
Tidak mengherankan jika Supply Chain Attack pernah digunakan untuk menyerang perusahaan ritel besar, perbankan, hingga fasilitas nuklir milik negara.
Sumber-Sumber Supply Chain Attack
Secara umum, Supply Chain Attack berasal dari tiga sumber utama: perangkat lunak komersial, supply chain open-source, dan produk dari luar negeri.
-
Produk Perangkat Lunak Komersial
Banyak perusahaan menggunakan perangkat lunak dari vendor yang sama. Mulai dari sistem operasi, aplikasi bisnis, hingga solusi keamanan. Kondisi ini menciptakan satu titik lemah besar: jika satu vendor disusupi, banyak target bisa terdampak sekaligus.Penyerang dapat menyisipkan kode berbahaya ke dalam perangkat lunak yang dijual secara resmi. Akibatnya, ketika perusahaan menginstal atau memperbarui aplikasi tersebut, malware ikut terpasang tanpa disadari.
Selain itu, peretas juga bisa membidik alat uji keamanan atau penetration tools yang disediakan vendor keamanan siber kepada kliennya. Jika alat tersebut dikompromikan, penyerang justru mendapatkan “kunci” untuk masuk ke jaringan korban.
Salah satu teknik berbahaya dalam kategori ini adalah serangan compiler. Compiler adalah alat yang menerjemahkan kode dari satu bahasa pemrograman ke bahasa lain. Dalam serangan compiler, penyerang memodifikasi compiler agar secara otomatis menyisipkan kode berbahaya setiap kali program dikompilasi—bahkan tanpa diketahui oleh pengembang.
-
Supply Chain Open-Source
Perangkat lunak open-source menawarkan banyak keuntungan, seperti transparansi, fleksibilitas, dan biaya rendah. Namun, di balik keunggulan tersebut, terdapat risiko keamanan yang tidak boleh diabaikan.Karena siapa pun bisa berkontribusi, peretas dapat dengan sengaja menyisipkan celah keamanan atau kode berbahaya ke dalam proyek open-source. Meski kode tersebut bisa ditinjau oleh komunitas, tidak semua pengembang memiliki keahlian atau waktu untuk mendeteksi ancaman tersembunyi.
Akibatnya, satu library open-source yang terinfeksi bisa digunakan oleh ribuan aplikasi di seluruh dunia. Ketika aplikasi-aplikasi tersebut dijalankan, celah keamanan ikut terbuka.
-
Ancaman dari Produk Luar Negeri
Di beberapa negara, pemerintah memiliki kendali besar terhadap perusahaan teknologi. Dalam kondisi seperti ini, produk perangkat lunak atau perangkat keras bisa saja dipaksa menyertakan kode tertentu yang berfungsi sebagai pintu belakang (backdoor).Namun, ancaman tidak selalu datang dari kebijakan resmi pemerintah. Pelaku kejahatan siber juga dapat menyusup ke perusahaan teknologi dan memasukkan kode berbahaya ke dalam produk yang tampak sah. Ketika produk tersebut diekspor dan digunakan di negara lain, penyerang dari luar negeri dapat memperoleh akses ke sistem-sistem sensitif.
Bagaimana Cara Kerja Supply Chain Attack?
Agar Supply Chain Attack berhasil, penyerang harus menemukan atau menciptakan titik lemah dalam rantai distribusi teknologi. Titik ini bisa berupa:
- Perangkat lunak yang belum ditambal (unpatched)
- Sistem pembaruan yang tidak aman
- Proses pengembangan aplikasi yang longgar
- Protokol jaringan yang rentan
Setelah celah ditemukan, penyerang akan menyisipkan kode berbahaya atau merusak komponen tertentu. Ketika produk tersebut digunakan oleh target, penyerang mendapatkan akses ke sumber daya digital penting, seperti data, server, atau sistem inti.
Ironisnya, banyak serangan justru masuk melalui pembaruan resmi yang seharusnya meningkatkan keamanan. Karena update berasal dari vendor tepercaya, pengguna jarang mencurigainya.
Jenis-Jenis Supply Chain Attack
Supply Chain Attack hadir dalam berbagai bentuk, antara lain:
- Sertifikat Keamanan yang Dicuri
Sertifikat digital digunakan untuk menjamin keaslian perangkat lunak. Jika sertifikat ini dicuri, penyerang dapat menyebarkan malware yang tampak sah karena “ditandatangani” secara resmi. - Infrastruktur Pengembangan yang Disusupi
Dengan menargetkan alat dan sistem pengembangan perangkat lunak, penyerang dapat menanamkan celah keamanan sejak tahap awal pembuatan aplikasi. - Malware yang Sudah Terpasang di Perangkat
Malware dapat ditanamkan pada ponsel, flashdisk USB, kamera, atau perangkat lain. Ketika perangkat tersebut terhubung ke jaringan, infeksi langsung menyebar. - Kode Berbahaya dalam Firmware
Firmware mengontrol cara kerja perangkat keras. Jika firmware disusupi, penyerang bisa mendapatkan akses mendalam yang sulit dihapus.
Contoh Kasus Supply Chain Attack Terkenal
Beberapa insiden besar dalam beberapa tahun terakhir membuktikan betapa nyata ancaman ini.
-
Dependency Confusion (2021)
Peneliti keamanan Alex Birsan berhasil “menembus” perusahaan besar seperti Microsoft, Apple, Uber, dan Tesla dengan memanfaatkan sistem dependensi perangkat lunak. Ia mengirimkan paket palsu yang tidak berbahaya, tetapi menunjukkan bahwa teknik ini bisa digunakan untuk serangan serius. -
Mimecast (2021)
Peretas mengompromikan sertifikat keamanan yang digunakan Mimecast untuk layanan Microsoft 365. Sekitar 10% pelanggan Mimecast terdampak karena menggunakan aplikasi yang bergantung pada sertifikat tersebut. -
SolarWinds (2020)
Salah satu kasus supply chain attack terbesar dalam sejarah. Backdoor SUNBURST disisipkan ke alat pembaruan Orion IT dan terunduh oleh sekitar 18.000 pelanggan, termasuk lembaga pemerintah dan perusahaan besar. -
ASUS (2018)
Fitur pembaruan otomatis ASUS dimanfaatkan untuk menyebarkan malware ke sekitar 500.000 sistem melalui update resmi. -
Event-Stream (2018)
Repositori di GitHub disusupi malware, lalu digunakan sebagai dependensi oleh banyak aplikasi tanpa disadari.
Cara Mencegah Supply Chain Attack
Berbeda dengan serangan siber konvensional yang langsung menyasar sistem internal perusahaan, Supply Chain Attack memanfaatkan akses sah pihak ketiga. Karena datang dari sumber yang dipercaya, serangan ini sering kali sulit terdeteksi dan dapat berdampak luas. Oleh sebab itu, perusahaan perlu menerapkan praktik terbaik yang komprehensif untuk mencegah ancaman ini sejak dini.
-
Mengaudit Infrastruktur Shadow IT yang Tidak Disetujui
Shadow IT merujuk pada penggunaan aplikasi, layanan, atau perangkat TI oleh karyawan tanpa persetujuan atau pengawasan departemen teknologi informasi. Contohnya termasuk penggunaan aplikasi penyimpanan cloud pribadi, alat komunikasi gratis, hingga perangkat lunak produktivitas yang diunduh sendiri.Masalahnya, layanan semacam ini sering kali tidak melalui proses evaluasi keamanan. Akibatnya, data perusahaan bisa tersimpan di sistem yang rentan atau bahkan tidak terenkripsi. Dengan melakukan audit shadow IT, perusahaan dapat mengidentifikasi layanan yang berisiko dan menutup celah yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku Supply Chain Attack.
-
Menyusun Inventaris Aset Perangkat Lunak yang Selalu Diperbarui
Setiap perangkat lunak—baik besar maupun kecil—selalu membawa potensi risiko. Tanpa inventaris yang jelas, perusahaan sering kali tidak menyadari berapa banyak aplikasi yang digunakan, versi yang terpasang, dan siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaannya.Inventaris aset perangkat lunak yang lengkap dan selalu diperbarui memungkinkan perusahaan:
- Mengetahui aplikasi apa saja yang digunakan
- Melacak pembaruan dan patch keamanan
- Mengidentifikasi perangkat lunak yang sudah tidak didukung vendor
Dengan data ini, tim keamanan dapat mempersempit jalur serangan dan mengambil keputusan yang lebih cepat saat ditemukan kerentanan.
-
Menilai Postur Keamanan Vendor Secara Menyeluruh
Vendor bukan sekadar penyedia layanan, tetapi juga bagian dari sistem keamanan perusahaan. Oleh karena itu, setiap vendor seharusnya mampu menjelaskan secara rinci langkah-langkah keamanan yang mereka terapkan, mulai dari perlindungan data hingga proses pengembangan perangkat lunak.Idealnya, perusahaan melakukan penilaian keamanan vendor sebelum bekerja sama dan meninjaunya kembali secara berkala. Untuk hasil yang lebih objektif, informasi dari vendor sebaiknya ditelaah oleh profesional keamanan siber agar benar-benar sesuai dengan standar industri.
-
Menjadikan Validasi Risiko Pemasok sebagai Proses Berkelanjutan
Keamanan bukanlah kondisi statis. Vendor yang aman hari ini belum tentu aman enam bulan kemudian. Perubahan teknologi, kebijakan internal, atau bahkan pergantian personel bisa memengaruhi tingkat risiko.Karena itu, validasi risiko pemasok harus menjadi proses yang berkelanjutan, bukan sekadar pemeriksaan satu kali. Evaluasi rutin membantu perusahaan mendeteksi perubahan risiko lebih awal sebelum berkembang menjadi insiden besar.
-
Menggunakan Alat Perlindungan di Sisi Klien (Client-Side Protection)
Dalam model klien–server, pengguna sering kali mengunduh data, aplikasi, atau pembaruan dari server. Tanpa perlindungan yang memadai, proses ini bisa menjadi pintu masuk malware.Alat perlindungan di sisi klien memungkinkan perusahaan menyaring konten yang diunduh, mendeteksi kode berbahaya, dan menghentikannya sebelum terpasang di perangkat dalam jaringan. Langkah ini sangat penting untuk mencegah serangan yang disamarkan sebagai file atau pembaruan sah.
-
Mengimplementasikan Endpoint Detection and Response (EDR)
Endpoint seperti laptop, komputer desktop, dan server sering menjadi target empuk dalam Supply Chain Attack. Jika endpoint tidak terlindungi dengan baik, malware dapat menyebar dengan cepat ke seluruh jaringan.Sistem Endpoint Detection and Response (EDR) memberikan perlindungan aktif dengan mendeteksi aktivitas mencurigakan, menganalisis pola serangan, dan merespons ancaman secara otomatis. Dengan EDR, endpoint tidak hanya terlindungi, tetapi juga tidak dapat digunakan sebagai sarana penyebaran serangan ke sistem lain.
-
Menerapkan Kebijakan Integritas Kode yang Ketat
Kebijakan integritas kode menentukan aplikasi apa saja yang boleh dijalankan dalam sistem perusahaan. Jika sebuah aplikasi atau dependensi menunjukkan tanda-tanda mencurigakan, sistem akan langsung memblokirnya.Memang, kebijakan yang ketat terkadang dapat menandai aplikasi yang sebenarnya aman. Namun, dalam konteks keamanan siber, kehati-hatian selalu lebih baik daripada penyesalan. Setiap aplikasi yang terdeteksi sebaiknya diperiksa lebih lanjut sebelum diizinkan berjalan.
-
Menjaga Infrastruktur Build dan Pembaruan Tetap Aman
Proses pembuatan (build) dan pembaruan perangkat lunak merupakan titik kritis dalam Supply Chain digital. Jika proses ini disusupi, malware dapat menyebar melalui update resmi.Untuk menghindari hal tersebut, perusahaan perlu:
- Memasang patch keamanan secara rutin
- Membatasi alat yang dapat dijalankan
- Mewajibkan autentikasi multi-faktor (MFA) untuk administrator
Langkah-langkah ini membantu memastikan bahwa hanya pihak berwenang yang dapat mengubah sistem inti.
-
Mengintegrasikan Pembaruan Aman ke dalam Siklus Pengembangan
Keamanan seharusnya tidak menjadi tambahan di akhir proses, melainkan bagian dari siklus pengembangan perangkat lunak. Beberapa praktik penting meliputi:- Mewajibkan enkripsi SSL
- Menggunakan tanda tangan digital untuk semua skrip, file, dan paket
- Menolak input atau perintah yang tidak ditandatangani
Dengan pendekatan ini, risiko penyisipan kode berbahaya dapat ditekan sejak awal.
-
Mengembangkan Proses Respons Insiden yang Transparan
Tidak ada sistem yang benar-benar kebal. Oleh karena itu, perusahaan harus siap menghadapi kemungkinan terburuk dengan memiliki proses respons insiden yang jelas dan terstruktur.Proses ini harus mencakup:
- Deteksi dan isolasi insiden
- Komunikasi yang jujur dan tepat waktu kepada pemangku kepentingan
- Evaluasi penyebab dan langkah mitigasi
Keterbukaan dan kecepatan dalam merespons insiden dapat meminimalkan dampak serta menjaga kepercayaan pelanggan.
Supply Chain Attack menunjukkan satu hal penting: keamanan siber tidak hanya bergantung pada seberapa kuat sistem internal Anda, tetapi juga pada siapa saja yang Anda percaya. Di era di mana perangkat lunak, layanan cloud, dan open-source saling terhubung, satu celah kecil dapat berdampak besar.
Memahami cara kerja, sumber, dan jenis Supply Chain Attack adalah langkah awal untuk membangun strategi pertahanan yang lebih matang. Karena dalam dunia siber modern, ancaman tidak selalu datang dari luar pagar—kadang justru dari pintu yang kita buka sendiri.
