Ransomware Semakin Menggila, Indonesia Jadi Korban Serangan Besar
- Rita Puspita Sari
- •
- 06 Jan 2025 00.06 WIB
Ransomware kini telah berkembang menjadi salah satu ancaman siber terbesar di dunia, bahkan menjadi industri bernilai miliaran dolar. Dulu, ransomware mungkin hanya dipandang sebagai masalah kecil, namun seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, ancaman ini kini menjadi risiko yang sangat nyata bagi bisnis dan individu di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sejarah dan Perkembangan Ransomware
Ransomware pertama kali muncul pada tahun 1980-an sebagai bentuk malware yang digunakan oleh penjahat siber untuk mengunci file di komputer korban dan meminta tebusan uang agar file tersebut dapat dibuka. Meskipun konsep tersebut sudah ada sejak beberapa dekade lalu, ancaman ini terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunak.
Menurut data dari firma analisis blockchain Chainalysis, sepanjang tahun 2023, para pelaku ransomware berhasil meraup pembayaran tebusan senilai lebih dari US$1 miliar dalam bentuk mata uang kripto dari para korban. Ini menandai rekor tertinggi yang pernah tercatat dalam sejarah, menggambarkan betapa besar dan terorganisirnya industri ilegal ini.
Para ahli memperkirakan bahwa ransomware akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi seperti komputasi awan, kecerdasan buatan (AI), dan dinamika geopolitik yang berubah. Mereka juga memprediksi bahwa pada tahun 2031, ransomware akan merugikan korban hingga mencapai US$265 miliar per tahun, menurut laporan dari Cybersecurity Ventures. Angka ini menunjukkan betapa seriusnya dampak yang bisa ditimbulkan oleh ancaman ransomware di masa depan.
Dampak AI terhadap Ransomware
Salah satu kekhawatiran utama terkait perkembangan ransomware adalah kemajuan teknologi AI yang digunakan oleh penjahat siber. AI dapat mempermudah pembuatan ransomware yang lebih canggih dan lebih sulit dideteksi, sehingga meningkatkan potensi serangan. Mike Beck, kepala petugas keamanan informasi dari Darktrace, menyatakan bahwa AI bisa menjadi senjata ampuh bagi penjahat siber, mempercepat proses serangan, dan meningkatkan efektivitas operasional dalam melumpuhkan korban.
Beck menambahkan bahwa dunia siber sekarang ini sangat dinamis, dengan peretas yang juga mengadopsi teknologi yang sama canggihnya dengan yang digunakan oleh perusahaan keamanan siber. “Kita harus mempersenjatai diri dengan alat yang sama yang digunakan oleh orang-orang jahat,” katanya. Ini menunjukkan bahwa tidak hanya perusahaan atau individu yang perlu menjaga keamanan, tetapi mereka juga harus terus beradaptasi dengan teknologi baru yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan.
Namun, ada juga pendapat yang lebih optimis. Lee, seorang ahli siber, berpendapat bahwa meskipun AI bisa digunakan untuk rekayasa sosial dan manipulasi, serangan-serangan ransomware yang paling sukses saat ini justru sering kali merupakan serangan yang sederhana dan tidak terlalu rumit. Menurutnya, meskipun AI berpotensi memperburuk ancaman, serangan ransomware yang terbukti efektif lebih sering mengandalkan metode yang lebih tradisional.
Indonesia Mengalami Serangan Ransomware
Indonesia juga tidak luput dari serangan ransomware yang semakin mengkhawatirkan. Pada pertengahan tahun 2024, Indonesia mengalami insiden yang melibatkan serangan ransomware yang melumpuhkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Serangan tersebut dilakukan dengan menggunakan varian terbaru dari ransomware Lockbit 3.0, yang dikenal dengan nama brain cipher.
Pada 20 Juni 2024, serangan ini mengakibatkan lebih dari 210 instansi, baik dari pusat maupun daerah, terdampak. Dalam kejadian ini, banyak instansi yang mengandalkan data yang disimpan di PDNS harus mengalami gangguan pelayanan selama beberapa hari. Beruntungnya, instansi-instansi yang terdampak berhasil merelokasi data mereka dan memulihkan operasional mereka setelah beberapa hari.
Dampak dari serangan ransomware ini cukup besar, tidak hanya pada sektor publik tetapi juga di sektor lainnya yang bergantung pada sistem teknologi informasi. Kejadian ini menunjukkan betapa rentannya infrastruktur penting negara terhadap ancaman siber yang semakin canggih.
Tantangan dan Upaya Mitigasi
Ancaman ransomware yang terus berkembang ini menuntut upaya mitigasi yang lebih intensif dan berkelanjutan. Di Indonesia, Kominfo dan instansi terkait terus bekerja keras untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman ini serta memperkuat sistem keamanan siber di seluruh sektor, baik itu publik maupun swasta. Namun, upaya tersebut memerlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menciptakan pertahanan yang kokoh terhadap serangan siber.
Penting bagi setiap individu dan organisasi untuk selalu menjaga kebersihan sistem IT mereka dengan memperbarui perangkat lunak, menggunakan sistem keamanan yang kuat, serta mengedukasi karyawan dan masyarakat tentang potensi serangan ransomware dan bagaimana cara melindungi diri.